Korban Mafia Tanah di Bali Berjatuhan, BCW Sentil Peran Notaris, BPN dan Notaris
bali.jpnn.com, DENPASAR - Pernyataan tegas Presiden Joko Widodo terkait pemberantasan mafia tanah di tanah air disambut antusias sejumlah aktivis di Bali.
Diskusi khusus mengupas sederet kasus mafia tanah di Bali digelar LSM Kompak Singaraja baru-baru ini yang menghadirkan sejumlah aktivis LSM serta unsur birokrasi terkait pertanahan.
Diskusi virtual ini menghadirkan perwakilan Pemprov Bali, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Anggota Komisi III DPR RI, serta Bali Corruption Watch (BCW).
Dua kasus penyerobotan lahan di Bali yang ditengarai akibat praktik mafia tanah menjadi bagian dari pembicaraan utama diskusi.
Yakni perjuangan warga Desa Lemukih, Buleleng selama 46 tahun terhadap tanah Druwe Pura seluas 96 hektare yang disertifikatkan penggarap secara perorangan.
Juga kasus warga Desa Ungasan, Badung, yang mewarisi tanah seluas 14 hektare dan memenangkan gugatan atas Pemprov Bali di PTUN hingga Mahkamah Agung pada 2001 silam.
Namun, setelah putusan Mahkamah Agung keluar, justru sertifikat lahan tersebut anehnya diberikan kepada Pemprov Bali sebagai pihak yang dikalahkan dalam gugatan.
Di luar itu, di Nusa Penida, Klungkung, seorang oknum kepala desa menggelapkan tanah warganya seluas 5 hektare dengan cara menipu dan memalsukan dokumen.
Korban mafia tanah di Bali berjatuhan dalam beberapa tahun terakhir. BCW menyentil peran Notaris, BPN dan Notaris, bukan saja kepala desa dalam kasus ini
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Bali di Google News