Mengulik Gebug Ende: Tradisi Masyarakat Karangasem Memohon Hujan, Sakral

Minggu, 03 Juli 2022 – 12:37 WIB
Mengulik Gebug Ende: Tradisi Masyarakat Karangasem Memohon Hujan, Sakral - JPNN.com Bali
Demonstrasi Gebug Ende, khas Desa Seraya, Kabupaten Karangasem, Bali yang ditampilkan di untuk memeriahkan ajang Jantra Tradisi Bali di Denpasar. Foto: ANTARA/Ni Luh Rhismawati.

Ketika itu, pimpinan kerajaan dan mahapatih, disertai prajurit utamanya Soroh Petang Dasa (40 prajurit andalan) akhirnya berhasil menaklukkan Lombok.

Untuk meluapkan rasa suka citanya memenangi perang, Soroh Petang Dasa itu menari-nari dengan tameng dan senjatanya.

"Soroh Petang Dasa ini memang terkenal kekebalannya dan tidak mempan senjata apapun," kata Gede Nala Antara yang juga dosen Universitas Udayana itu.

Setelah pulang ke Bali, tari Gebug Ende itu terus dipakai sebagai bentuk keberhasilan menaklukkan Sasak.

“Seiring waktu, tarian ini dipergunakan sebagai latihan perang-perangan dan dilakukan saat masa senggang, pada musim kemarau.

Kemudian, muncullah kepercayaan ketika Gebug Ende ini ditarikan pada saat musim panas untuk memohon hujan," ujarnya.

Ketua Sanggar Seni Tridatu Komang Nisma mengatakan Gebug Ende yang ditampilkan tersebut merupakan Gebug Ende Kreasi.

Nisma menambahkan bahwa untuk prosesi Gebug Ende di Desa Seraya, setiap peserta dalam mencari pasangannya itu secara spontanitas.

Mengulik Ritual Gebug Ende: Tradisi masyarakat Desa Seraya, Karangasem, Bali, untuk memohon hujan kepada Ida Hyang Widhi Wasa, sakral
Facebook JPNN.com Bali Twitter JPNN.com Bali Pinterest JPNN.com Bali Linkedin JPNN.com Bali Flipboard JPNN.com Bali Line JPNN.com Bali JPNN.com Bali

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Bali di Google News