Daniel Ginting Tentang Nuraeni HG dan Durhaka Seni Rupa Indonesia
Tak banyak orang yang yang menggap bahwa melalui pengalaman hidup seseorang, justru akan ditemukan kembali nilai dan kebenaran.
Seperti perumpamaan yang saya sampaikan, jikalau ada orang yang bertanya dan mau mengenal ayah saya yang sudah almarhum, atau memahami pekerjaan beliau, atau karya beliau atau sifat beliau, atau apapun itu tentang beliau maka semestinya orang tersebut bertanya kepada Ibu saya yang masih hidup!
Ibu yang menemani ayah di dalam suka dan duka, yang melahirkan dan membesarkan anak beliau, yang membantu beliau di dalam pekerjaannya dan bahkan ada di sisi beliau ketika beliau sakit dan menghembuskan napas terakhir.
Sangatlah keliru kalau orang bertanya kepada orang pintar atau orang yang merasa dirinya pintar, atau tukang obat yang tidak pernah mengenal beliau, tetapi pernah membaca cerita beliau di koran atau mendengar cerita tentang beliau di kedai kopi.
Bisa durhaka bila bertanya justru pada yang salah, lebih-lebih menganggap sang ibu dikatakan sudah tiada atau tidak mengerti.
Saya tiba-tiba tidak terasa berusaha ingin menggeser posisi tempat duduk untuk lebih mendekat saat Nuraeni bilang “saya kan yang menyiapkan warna-warna yang diperlukan Pak Hendra, begitu Pak Hendra berteriak Nur siapkan cobalt blue, yellow orange, green, maka saya harus sigap untuk menyiapkannya”.
Ditambah lagi, ketika beberapa bidang kosong dari hasil sket lukisan dibantu diisi warnanya oleh Nuraeni.
Beliau berada di samping sang maestro ketika skets dibuat, komposisi diatur atau bahkan ketika Hendra Gunawan meminta Nuraeni menjadi bagian tim untuk memenuhi pesanan lukisan dalam jumlah yang banyak.
Sejarah hidup sang maestro seni lukis Hendra Gunawan, Daniel Ginting, mengungkap tentang Nuraeni HG dan durhaka seni rupa Indonesia
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Bali di Google News